Pasca acara Forest Talk with Blogger Pontianak yang diselenggarakan oleh Yayasan Doktor Sjahrir dan bekerjasama dengan The Climate Reality Project Indonesia, terlaksana beberapa waktu lalu. Sebenarnya sudah dua tulisan yang telah saya buat mengenai kegiatan tersebut. Yang pertama terbit di Koran Suara Pemred dan yang kedua dengan judul Pelestarian Hutan Berbasis Kolaborasi.
Namun, karena hari ini adalah hari libur dan tidak ada yang dikerjakan, jadi saya mencoba menghubung-hubungkan apa yang pernah saya tulisan mengenai hutan dengan ide-ide yang saya dapatkan diatas motor ketika menuju warung kopi.
Bagi saya melestarikan Alam, hutan, dan isinya adalah upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga peradaban manusia. Karena di hutanlah terdapat kebutuhan manusia itu sendiri.
Selain itu menjaga hutan berarti mencegah terjadinya bencana yang akan merugikan umat manusia itu sendiri. Jika kita merefleksikan bencana di daerah Kalbar berapa tahun terakhir ini, kita bisa membandingkannya.
Dulu, disaat kondisi hutan masih baik, bencana banjir memang biasa melanda desa-desa yang didaerah pesisir sungai, sekalipun besar hanya genangan saja, biasanya butuh beberapa hari untuk surut dan minimal dulu masyarakat bisa memprediksi bulan berapa air sungai akan pasang. Jadi tidak heran bila masyarakat pesisir sungai di Kalbar, membuat rumah dengan model panggung atau bertingkat dua, karena itu salah satu antisipasi terjadinya pasang sungai.
Namun pasca menipisnya hutan, karena maraknya peralihan lahan dari hutan ke perkebunan kelapa sawit, Karhutla, Penambangan legal maupun ilegal. Bencana di Kalbar sulit untuk di prediksi masyarakat. Khusus untuk daerah pesisir, jika hujan lebat dalam satu malam saja, maka masyarakat akan khawatir dengan banjir bandang akan melanda dari hulu sungai. Di beberapa daerah di Kalbar hal tersebut sangat sering menjadi duka kita bersama. Bahkan bencana kabut asap, akibat Karhutla sampai harus memakan korban.
Bencana Banjir, Karhutla, dan Longsor adalah tiga dari beberapa kejadian bencana yang diakibatkan oleh perilaku manusia itu sendiri. Di Kalimantan Barat tren bencana tahun 2014-2018 mengalami kenaikan setiap tahunnya, bahkan di Tahun 2018 bencana Banjir, Karhutla, dan tanah longsor mengalami kenaikan yang cukup signifikan, jika dibandingkan dari tahun-tahun sebelumnya.
Sumber : http://dibi.bnpb.go.id |
Suka tidak suka, kita harus mengakui bahwa akibat ulah manusia yang tidak ramah terhadap alam, secara tidak langsung kita sedang mendukung percepatan global warming. Yang saya artikan secara kasar kita sedang melakukan perbuatan genosida terhadap generasi dimasa depan. Oleh karena itu penting bagi kita untuk melakukan gerakan lestari hutan mulai dari sekarang, sebagai upaya untuk memperlambat perubahan iklim yang ekstrem dan mencegah terjadinya bencana-bencana sekarang maupun masa depan.
Seperti saya paparkan diatas. Hutan wajib di lindungi karena didalam hutanlah terdapat kebutuhan umat manusia untuk bertahan hidup. Makanya ada istilah Hutan adalah paru-paru dunia. Karena di hutanlah terdapat berbagai pepohonan dan tumbuhan yang menghasilkan oksigen dan menyerap karbondioksida. Serta hutan juga tempat hidupnya bermacam-macam hewan. Dari sisi ekonomi, tentu apa yang ada didalam hutan terdapat nilai ekonomis yang tinggi, bahkan karena kekayaan alam, antara negara satu dan lainnya bisa berperang hanya karena memperebutkan Sumber Daya Alam.
Oleh sebab itu saya menganggap menjaga hutan adalah mensejahterakan masyarakat dan menjaga peradaban manusia. Namun dengan catatan Sumber Daya kehidupan yang ada didalamnya mampu dikelola dan dimanfaatkan dengan sebaik-baik mungkin.
Artinya Menjaga alam bukan berarti tidak boleh menggunakan apa yang ada didalam alam itu sendiri. Misalnya boleh menebang pohon, namun tidak berlebih, karena bagaimanapun sesuatu yang berlebih juga tidak baik. Setelah menyimpulkan dari beberapa literasi dan kegiatan tentang hutan yang pernah saya ikuti, ada beberapa hal menurut saya bisa dilakukan untuk Menuju Pengelolaan Hutan Yang Lestari, antara lain :
1. Kebijakan Yang Bijaksana
1. Kebijakan Yang Bijaksana
Sebenarnya tidak sedikit regulasi yang mengatur berkaitan dengan pelestarian hutan, namun secara implementasi penegakan regulasi tersebut masih terkesan lemah dan lamban. Oleh karena itu harus ada kebijakan yang ramah terhadap hutan dari orang-orang yang bijaksana yaitu pemerintah dan stakeholder terkait.
Pemerintah harus benar-benar membuat kebijakan yang bijaksana dari atas sampai bawah untuk menerapkan Pembangunan Berkelanjutan yang notabene sangat memperhatikan pelestarian lingkungan. Contohnya dengan ditetapkan hutan adat, perhutanan sosial, hutan lindung dan sebagainya.
Pengelolaan dan Pemanfaatan sumber daya alam harus benar-benar tepat sasaran dan memberikan dampak positif untuk masyarakat maupun hutan itu sendiri, regulasi harus ditegakan, dan tak kalah penting pemerintah harus mempunyai program yang meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelestarian lingkungan.
2. Meningkatkan Pemahaman dan Kesadaran Masyarakat
2. Meningkatkan Pemahaman dan Kesadaran Masyarakat
Salah satu hambatan dalam pengelolaan hutan, masih minimnya partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutan di Kalimantan Barat. Partisipasi itu minim karena ketidaktahuan masyarakat atas manfaat hutan itu sendiri. Terlihat dari semakin maraknya pembukaan lahan yang berlebih oleh masyarakat.
Oleh karena itu sosialisasi pelestarian hutan harus dilakukan transformasi. Karena selama ini sosilisasi itu hanya dilakukan sampai pada tingkat orang bepengetahuan saja seperti masyarakat terdidik yaitu pelajar atau mahasiswa. Sebenar sasarannya bagus, tapi alangkah lebih baiknya, ketika pemerintah daerah sampai desa bekerjasama dengan pihak lain mampu mensosialisasikan pelestarian hutan pada masyarakat ditingkat paling bawah.
3. Meningkatkan Produktivitas Hutan
Pelestarian hutan juga tidak boleh mengabaikan isi dapur atau kebutuhan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu pengelolaan dan pemanfaatan hutan harus mampu menjawab keinginan masyarakat untuk sejahtera dari hasil hutan. Karena selama ini kendala lain dari pelestarian hutan. Masyarakat belum mendapatkan dampak positif secara ekonomis dari hasil pemanfaatan hutan.
Kebijakan, Kesadaran Masyarakat dan Produkvitas adalah satu kesatuan utuh yang tak boleh dipisahkan. Karena untuk meningkatkan produktivitas hasil hutan harus ada kesadaran masyarakat dan kebijakan yang tepat dari pemerintah. Artinya disisi masyarakat harus mampu membuat inovasi-inovasi hasil hutan untuk mempunyai nilai lebih dibandingkan produk lainnya.
Disisi lain pemerintah harus memfasilitasi bagaimana hasil-hasil hutan ini mempunyai nilai ekonomi yang baik dan stabil. Selain melakukan pemberdayaan masyarakat yang memanfaatkan hutan, wadah pemasaran hasil hutan harus juga disediakan. Dunia Usaha harus mampu diajak bersinergitas oleh pemerintah untuk membantu menciptakan dan membangun jaringan pasar hasil hutan. Sehingga masyarakat mempunyai pendapatan tetap dari hasil hutan dan pastinya dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.
Tidak boleh dilupakan juga, bagaimana produktivitas itu diarahkan kepada hasil hutan non kayu, sehingga semangat pelestarian hutan dan meningkat kesejahteraan masyarakat benar-benar sejalan dan tercapai.
4. Pelestarian Hutan Yang Menyenangkan.
Semangat pelestarian hutan adalah mulia, artinya kemuliaan itu harus dibarengi dengan kebahagian. Pemerintah, Dunia Usaha, NGO, Masyarakat dan sebagainya tidak boleh menjadikan pelestarian hutan sebagai gerakan yang kaku dan formalitas saja. Gerakan pelestarian hutan harus menyenangkan dan tidak memberikan tanggung jawab kepada salah satu pihak.
Semua pihak harus menyadari betul bahwa pelestarian hutan adalah tanggung jawab bersama, sehingga kolaborasi itu benar-benar berjalan secara berkelanjutan dan terus bergenerasi. Kemudian gerakan-gerakan pelestarian hutan tidak hanya boleh berisi kegiatan menanam pohon saja atau menggelar seminar di ruangan tertutup, tapi harus ada inovasi dan variasi gerakan pelestarian hutan yang seimbang, sehingga Menuju Pengelolaan Hutan Yang Lestari itu bukan hanya angan-angan saja.
Berikut ide yang saya dapatkan hasil dari ngopi. Mungkin masih jauh dari kata sempurna dan penuh retorika. Serta masih banyak konsep pelestarian hutan yang jauh lebih baik dari saya tulis ini.
Namun percayalah tulisan ini dibuat salah satu bentuk kepedulian saya mempertahankan isi dari puisi galau yang dibacakan oleh Dian Sastro di Film “Ada Apa Dengan Cinta”.
Ada kalimat di puisi tersebut “Kulari Kehutan, Kemudian Menyanyiku.” membayangkan jika hutan tak ada maka puisinya akan menjadi “Kulari Kekebun Sawit, Kemudian Menyanyiku” rasa-rasa ketika berubah seperti itu ingin aku teriak “pecahkan saja gelasnya biar ramai, biar gaduh sampai gaduh.”
“Lestari Hutanku, Majulah Negeriku”